Di kelasku ada murid baru, dia
bernama Nayla. Dia cantik, kulitnya bersih, tubuhnya tinggi, dan rambutnya
panjang. Aku berpikir pasti sebentar lagi dia akan menjadi idola dan di sukai
banyak laki-laki di kampus. Tetapi pada kenyataannya sangat berbalik dengan
yang aku pikirkan tentangnya. Dia memang cantik dan pintar, tetapi dia sangat
pendiam. Dia hanya akan berbicara jika ada teman atau dosen bertanya kepadanya,
jika tidak ada yang bertanya terlebih dahulu, dia tidak akan pernah membuka
percakapan. Aku bingung, apa yang sedang terjadi padanya? Mengapa dia begitu
pendiam? Suatu hari aku berjalan kearah tempat duduknya dan mencoba untuk
berbincang-bincang dengannya..
“Hai, Nayla.. Apa aku
mengganggumu?”
“Tentu saja tidak.”
“Aku hanya ingin bertanya,
mengapa sejak kamu datang kesini kamu jarang berbicara dengan kami? Kami dengan
senang hati menerima kamu jika kamu ingin berteman dengan kami.”
“Aku tidak bisa!!”
“Kenapa Nay? Apa yang salah?”
“Aku berbeda dengan kalian, aku
tidak seperti kalian yang bebas untuk melakukan apa saja.”
“Jika kamu ingin menceritakan
kepadaku tentang masalahmu, aku siap untuk mendengarkanmu dan aku akan berusaha
membantumu.”
“Maaf, Anisa. Aku tidak bisa
menceritakannya kepadamu dan aku belum siap untuk berteman.” Nayla mengambil tasnya
kemudian pergi keluar kelas dan meninggalkan Anisa yang masih bingung di dalam
hatinya.
Anisa masih tetap duduk disana
sampai jam mata kuliah selesai, bahkan sejak tadi pelajaran dimulai, dia sama
sekali tidak memperhatikan dosen yang sedang mengajar. Untung saja dosen mata kuliah
Pengkajian Sastra ini hanya memberikan catatan yang ada di papan tulis. Feby
yang daritadi memperhatikan tingkah laku Anisa yang menjadi pendiam, dia
langsung menghampiri Anisa karena penasaran kenapa tingkah laku sahabatnya
tidak seperti biasanya.
“Nis, ada apa dengan kamu?
Biasanya kamu sangat senang apabila dikasih catatan oleh dosen, tapi kenapa
kertasmu masih kosong seperti ini. Apa kamu benar-benar tidak fokus dengan mata
kuliah hari ini?”
“Tadi pagi aku berbicara dengan
Nayla, tetapi Nayla malah pergi meninggalkan aku. Aku berpikir, apa kata-kataku
ada yang salah? Setelah dia keluar dari kelas ini, dia tidak kembali lagi untuk
mengikuti pelajaran. Aku sangat menyesal.”
“Kenapa dia seperti itu? Tidak
seharusnya dia melakukan itu kepadamu, kita tidak memiliki masalah dengannya.”
“Tetapi mungkin dia akan memiliki
masalah dengan kita, jika dia berteman dengan kita.”
“Mengapa? Sombong sekali dia.”
“Aku tidak tahu.”
Setiap hari Anisa selalu
memperhatikannya, dia sangat ingin Nayla menjadi temannya karena dia tidak
ingin ada salah satu temannya yang selalu sendirian. Anisa adalah orang yang
sangat perhatian, dia sangat disukai teman-temannya karena sikapnya yang sangat
baik kepada semua orang dan sering membantu teman yang kesusahan.
Seminggu kemudian, Anisa yang
sudah tidak sabar melihat sikap Nayla yang tidak ingin diajak berbicara. Ketika
selesai pelajaran, Nayla keluar kelas terlebih dahulu dan dengan cepat Anisa
pun mengikuti disusul dengan Feby, Rizka, dan Tasya.
“Anisa,,,Anisa, tunggu..” Panggil
Feby.
“Kenapa kamu sangat terburu-buru
sekali? Tidak ingin pulang bareng kita?” Tanya Tasya.
“Kalian pulang duluan saja ya,
aku masih ada urusan.” Kata Anisa.
Kemudian Anisa langsung
menghampiri Nayla yang sedang menunggu ayahnya untuk menjemputnya.
“Nay, apa kita bisa berbicara
sebentar?
“Kamu mau berbicara tentang apa? Jika
tentang percakapan yang kemarin, silahkan kamu tinggalkan aku.”
“Aku menemui kamu karena masih
banyak sekali pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepadamu. Aku minta maaf jika
aku membuatmu marah kepadaku beberapa hari yang lalu. Aku tidak bermaksud
seperti itu. Aku hanya ingin mendapatkan jawaban, aku ingin kita bisa berteman,
aku tidak suka melihat seorang teman yang selalu sendirian.”
“Aku minta maaf, tetapi aku harus
pergi sekarang.” Kata Nayla tegas.
“Nayla!!” Panggil Anisa dengan
nada suara tinggi untuk menghentikan langkah Nayla. “Kamu bisa mempercayai aku.
Aku tahu kamu memiliki masalah, tapi aku tidak tahu masalah apa itu. Aku hanya
ingin membantumu.”
Nayla kemudian berjalan kearah
taman di samping kampus yang terlihat sepi dengan diikuti oleh Anisa. Kemudian
dia menceritakan semua masalahnya.
“Aku tidak tahu apakah yang aku
lakukan ini benar jika aku mempercayai kamu, seorang teman yang baru ku kenal.”
Kata Nayla sambil terisak tangis.
Nayla melanjutkan kata-katanya,
“Aku memiliki penyakit Ayan sejak kecil, aku malu pada teman-temanku jika
penyakitku kambuh ketika aku sedang bersama dengan mereka. Mereka semua
menanggapku aneh, dulu aku memiliki banyak teman. Tetapi ketika mereka tahu
penyakitku, satu persatu dari mereka meninggalkan aku karena tidak ingin
memiliki teman yang aneh. Sejak saat itu, aku tidak ingin memiliki teman,
karena itu mengingatkan aku tentang kejadian di masa lalu yang ingin sekali aku
lupakan. Jika kamu ingin meninggalkan aku, silahkan pergi sekarang. Aku tidak
apa-apa.”
“Sssstttt, Nayla. Aku minta minta
maaf sudah memaksa kamu menceritakan semuanya. Semua orang memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Misalnya aku, aku sangat bersyukur karena tidak
memiliki penyakit yang sangat berat seperti kamu, tetapi kekuranganku adalah
tidak terlalu pintar di dalam pelajaran. Tetapi kamu sangat pintar dalam hal
itu, kamu selalu menjawab dengan tepat pertanyaan dari dosen meskipun kamu
tidak banyak berbicara selama ini. Aku tidak akan pernah meninggalkan kamu,
kita sahabat kan? Sabahat itu selalu ada disaat kita senang ataupun sedih,
itulah arti sesungguhnya.”
“Apa kamu sungguh-sungguh Anisa?
“Iya, aku janji.”
“Terima kasih, kamu dapat
mengerti keadaanku.” Kata Nayla sambil menangis terharu. “Kamu satu-satunya
orang yang sangat memperhatikan aku.”
“Bukan aku, tapi kita semua yang
akan memperhatikan kamu Nayla.”
“Kita? Apa maksud kamu?”
“Aku akan memperkenalkan kamu
kapada teman-temanku yang lainnya, mereka semua akan menjadi teman kamu juga,
kita akan selalu bersama-sama.”
“Tetapi bagaimana jika mereka
tidak sebaik kamu? Bagaimana jika mereka tidak terima dengan keadaanku seperti
kamu? Bagaimana jika…”
“Nay” Anisa memotong pembicaraan
Nayla. “Mereka semua baik, tidak ada orang seperti yang kamu pikirkan.
Percayalah padaku. Kamu tidak akan kesepian lagi sahabatku.”
“Terima kasih banyak Anisa.” Kata
Nayla sambil memeluk Anisa dengan erat.
Keesokan harinya, Anisa menepati
janjinya untuk memperkenalkan teman-temannya kepada Nayla. Mereka sangat senang
menerima teman baru seperti Nayla. Saat itu Nayla tidak lagi menjadi seorang
yang pendiam, dia lebih ceria dan sangat menyenangkan. Teman-teman barunya
membuat dia mengerti arti penting suatu kebersamaan. Kita di dunia ini tidak
bisa hidup sendiri tanpa orang lain, suatu saat kita pasti membutuhkan bantuan
orang lain. Pada akhirnya, mereka menjalin persahabatan itu selama-lamanya.